KISAH SUSTINI

Seorang anak gadis bernama Sustini (Samaran) yang biasanya periang sudah setahun mendadak sering tertekan. Pikirannya sering tidak fokus, rasa bersalah menggelayut sering mengganggu. Pencetusnya adalah setelah ia menikah.

Sebagai orang kristen yang baik, selama singel Susti berusaha menjaga imannya. Rajin ke gereja dan melayani. Sayang karena berlatar belakang keluarga sederhana, ia tergoda punya ini dan itu.

Kebetulan Susti bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan dan dia bekerja di bagian pembelian. Sejak kecil dia berangan-angan bisa punya mobil sendiri, laptop yang bagus. Karena gajinya sebagai staf tidak memadai, dia mencari celah untuk menaikkan harga beli apa saja dari kantor. Mark up. Karena dia memang pintar dan dipercaya atasannya, dia memanipulasi banyak kuitansi. Keinginannya terpenuhi, dia bisa beli mobil bekas dan laptop.

Tapi setelah dia menikah, kebiasaan itu sulit dia atasi karena sudah menjadi habit. Tanpa sadar kebiasaan berbohong dan mencuri terbawa ke rumah. Perasaan tidak puas dan tidak mampu bersyukur membuat hubungan dengan suami terganggu. Mulai banyak konflik meski baru menikah dua tahun. Suami merasa sustini boros, banyak keinginan beli barang yang tidak perlu. Banyak menuntut.

Malam hari hati nuraninya sering terganggu. Ada perasaan bersalah dan malu, tapi dia tidak berdaya. Sustini memilih menekan perasaan itu, dan lama kelamaan dia stress. Merasa munafik, karena setiap minggu dia aktif melayani sekolah minggu. Stres ini sampai mengurangi keinginannya berhubungan badan dengan suami, dingin.

Sustini sering sakit perut dan pusing yang tidak jelas. Mulai sering telat ke kantor. Karena tidur mulai tidak nyenyak. Pulang selalu kelelahan.

Ketika suami membawa Sustini  ke dokter semua hasil Lab ok, sehat. Dokter menyimpulkan Sustini mengalami psikosomatis.

Meski sustini tahu apa penyebabnya, kebiasaan berbohong dan mencuri dia malu untuk cerita. Kalau mengaku bisa membuat dia kehilangan pekerjaan. Tidak terbuka membuat dia hilang kesehatan dan relasi intim dengan suaminya. Apalagi saat ini suaminya mulai ada hubungan dekat dengan wanita lain. Tekanan jiwanya bertambah.

Itulah alasan mengapa Sustini pergi menemui konselor